Persaingan Pengusaha Pakaian Anak


Meski krisis juga menghantam usaha mereka, pengusaha pakaian anak-anak di Kalibata Pulo tetap yakin menjalankan usaha mereka. Mereka yakin, tetap ada celah pasar buat produk mereka sepanjang mereka pintar memanfaatkan tren. Hari raya-hari raya besar yang waktunya tidak lagi berdekatan jadi peluang bagi mereka mendongkrak penjualan.
Meski krisis terus menggempur bisnis mereka, sorot mata para pemilik usaha konveksi rumahan pakaian anak-anak di Kalibata Pulo, Pancoran, Jakarta Selatan, tetap menyiratkan keyakinan akan prospek usahanya. Maklum, ini adalah bisnis yang mereka warisi turun temurun dan telah berusia puluhan tahun, sehingga telah teruji melewati berbagai gelombang dan krisis.
Salah satunya adalah Haji Jamaludin. Pengusaha asli Betawi ini sudah lebih dari 20 tahun bergelut dalam bisnis pakaian anak-anak. Asam garam maupun suka duka bisnis ini sudah cukup kenyang ia rasakan. Pemilik produk pakaian dengan label Tiara yakin, bisnisnya bakal bisa bertahan dari belitan krisis ini. "Bisa dilihat dari jumlah hari raya besar yang jatuh dalam kurun waktu berbeda," ujarnya. Bagi pengusaha konveksi di Kalibata Pulo, hari raya yang merudi masa panen raya bagi mereka adalah Lebaran, hari raya Kurban, Natal, dan tahun baru. "Tahun ini kebetulan waktunya tak bersamaan, beda dengan tahun lalu yang berbarengan. Jadi kita bisa manfaatkan itu untuk mendongkrak penjualan," ujar Jamaludin.
Selain itu, untuk bertahan pemilik usaha juga harus jeli melihat peluang dan pintar membaca tren mode. "Kita harus pintar membuat desain mana yang kira-kira lagi booming," ujar Haji Ali Umar, salah satu pengusaha pakaian anak di Kalibata Pulo. Jika meleset dari tren, pakaian yang mereka buat tidak laku di pasaran. "Biar kreatif, kita juga harus melihat contoh di majalah, tinggal kita gambar sendiri desainnya dan langsung dibuat," imbuh Jamaludin. Mengetahui karakter segmen pasar, juga membantu memperlancar pemasaran produk mereka. Karena pangsa pasar pakaian anakanak di Kalibata Pulo adalah kalangan menengah bawah, tak heran jika para pengusaha konveksi di kawasan ini memilih model pakaian yang ramai, dihiasi berbagai aksesori, dan warna-warna cerah. "Kalau bajunya polospolos gitu kagak laku. Coba dikasih pita sedikit, laku deh," kata Jamaludin.
Para pengusaha konveksi rumahan di kawasan ini sempat ingin menjadikan daerah Kalibata Pulo menjadi sentra, semacam di Cibaduyut. Untuk itu, tahun 2000 lalu mereka sempat mengadakan bazar di sepanjang jalan Buncit Raya, yang diikuti seluruh industri rumahan di Kalibata Pulo. Hasilnya laris manis. "Bang Yos sampai melihat besarnya potensi kita," ajar Jamaludin. Namun karena pengelolaan yang tidak baik, acara itu hanya berlangsung sekali saja, dan ide menjadi sentra pun menguap begitu saja.
Permasalahan ternyata tidak hanya itu saja. Pembuatan wadah koperasi yang diprakarsai Pemprov DKI Jakarta tidak jalan. Ada persaingan tidak sehat di antara pelaku usaha. Mereka saling membanting harga boju-baju buatan mereka. Hal serupa juga dilakukan pengurus koperasi yang notabene bukan berasal dari warga setempat. Alhasil, "Warga jadi tidak percaya sama koperasi," ujar Haji Jamaludin.
Toh, berbagai hambatan tak menghalangi asa pemilik usaha untuk terus bertahan dan berjuang agar lebih maju lagi. Maklum, dari penghasilan usaha inilah rata-rata pengusaha Betawi ini bisa menyandang gelar haji. (Yudho Winarto/Kontan).

Contoh website pakaian anak : www.dimsoutlet.com

Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes